Headline
Ini Profil Singkat Empat Pahlawan Nasional 2017

KlikJAKARTA – Empat tokoh yang dinilai pernah memimpin dan berjuang untuk kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, dianugerahi gelar Pahlawan Nasional tahun 2017, di Istana Negara Jakarta, Kamis (9/10) siang.
Presiden Joko Widodo memimpin secara langsung penganugerahan gelar pahlawan, yang merupakan rangkaian acara memperingati Hari Pahlawan 10 November Tahun 2017.
Berdasarkan SK Presiden RI Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, tertanggal 6 November 2017, empat tokoh yang memperoleh anugerah Gelar Pahlawan Nasional itu adalah Alm TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, Alm Laksamana Malahayati, Alm Sultan Mahmud Riayat Syah, dan Alm Prof H Lafran Pane.
Pemberian Gelar Pahlawan Nasional tersebut didasarkan pada hasil sidang III Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan tanggal 19 Oktober 2017, berdasarkan usulan Kementerian Sosial.
Berikut kami sajikan profil singkat dan perjuangan empat tokoh itu untuk kemerdekaan Indonesia
1. TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid lahir di lahir di Bermi, Pancor, Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, pada 5 Agustus 1898 lalu.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid memiliki cara sendiri dalam berjuang memperjuangkan kemerdekaan masyarakat dari penjajahan Belanda maupun Jepang. Dia menjadikan Madrasah Nahdatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) dan NBDI sebagai pusat pergerakan kemerdekaan.
Jiwa perjuangan, patriotisme, dan semangat pantang menyerah tetap beliau kobarkan di dada murid-murid, santri dan guru-guru Madrasah NWDI dan NBDI. Makanya jangan heran kalau bangsa penjajah itu selalu berusaha menutup dan membubarkan Madrasah NWDI dan NBDI.
Pada zaman penjajahan Jepang, Muhammad Zainuddin Abdul Madjid berkali-kali dipanggil untuk segera menutup dan membubarkan kedua madrasah tersebut, dengan alasan kedua madrasah ini menjadi tempat menyusun taktik dan strategi untuk menghadapi bangsa penjajah.
2. Alm Laksamana Malahayati
Malahayati adalah seorang perempuan pejuang dari Kesultanan Aceh. Nama sebenarnya adalah Keumalahayati. Adapun ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah.
Pada 11 September 1599, Malahayati memimpin 2.000 pasukan Inong Balee, atau janda-janda pahlawan yang telah syahid, untuk berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda.
Pada saat itu, Malahayati membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal. Atas jasanya ini, Malahayati mendapat gelar Laksamana. Saat meninggal dunia, jasad Malahayati dikebumikan di bukit Krueng Raya, Lamreh, Aceh Besar.
3. Alm Sultan Mahmud Riayat Syah
Sultan Mahmud Riayat Syah atau Sultan Mahmud Syah III menjadi Sultan tahun 1761 M, saat dia masih berusia dua tahun. Selama 26 tahun, pusat pemerintahannya ada di Hulu Riau (Kota Raja).
Sultan kemudian memindahkan ibu kota kerajaan di Lingga. Hal itu menjadi bagian dari taktik perangnya melawan Belanda. Sebagai pemimpin tertinggi Kerajaan Johor – Riau – Lingga dan Pahang, dia banyak melahirkan kebijakan strategis dan monumental.
Sultan Mahmud Syah III mempererat hubungan antara kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang dengan beberapa kerajaan lainnya seperti Jambi, Mempawah, Indragiri, Asahan, Selangor, Kedah dan Trenggano.
Dia juga menguatkan persaudaraan Melayu dan Bugis melalui ‘sumpah setia’ dan pernikahan antara kedua belah pihak. Kebijakan ini terbukti menjadi senjata ampuh untuk melawan penjajah yang terkenal dengan politik adu dombanya.
4. Alm Prof H Lafran Pane
Lafran Pane lahir di Padang Sidempuan, pada 5 Februari 1922. Tidak seperti tiga pahlawan lainnya, Lafran Pane berjuang tanpa jalur peperangan. Dia mendorong pertumbuhan gerakan pemuda di Indonesia, lewat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Dia dikenal sebagai tokoh pendiri HMI pada 5 Februari 1947. Di sisi lain, Lafran Pane menjadi salah satu sarjana ilmu politik pertama di Indonesia. Dia lebih tertarik mendorong pemuda dan mahasiswa agar lebih maju.
(Tim)
Headline
Update Peta Risiko Covid-19 di Sulut Per 24 Januari 2021

KlikSULUT – Gugus Tugas Nasional Covid-19 kembali mengumumkan update perkembangan terbaru peta risiko Covid-19 secara Nasional.
Sebagaimana dirilis dalam website resmi Gugus Tugas Nasional Covid-19, khusus Sulawesi Utara ada empat kabupaten dan kota yang berkutat pada zona merah. Sisanya ada pada zona oranye.
Berikut update daftar kabupaten dan kota di Sulut berdasarkan zonasi risiko Covid-19 per 24 Januari 2021:
Bolaang Mongondow tetap zona oranye
Minahasa dari zona merah jadi zona oranye
Kepulauan Sangihe tetap zona oranye
Kepulauan Talaud tetap zona oranye
Minahasa Selatan tetap zona merah
Minahasa Utara tetap zona merah
Minahasa Tenggara dari zona merah jadi zona oranye
Bolaang Mongondow Utara tetap zona oranye
Kepulauan Sitaro tetap pada zona oranye
Bolaang Mongondow Timur tetap zona oranye
Bolaang Mongondow Selatan tetap zona oranye
Manado tetap zona merah
Bitung tetap zona oranye
Tomohon dari zona merah jadi zona oranye
Kotamobagu tetap zona merah
(***)
Headline
Update Peta Risiko Covid-19: 7 Daerah di Sulut Zona Merah

KlikJAKARTA – Gugus Tugas Nasional kembali meng-update peta risiko Covid-19 per 17 Januari 2021.
Dari update tersebut diketahui ada 108 kabupaten dan kota berstatus zona merah, 347 zona oranye, 45 zona kuning, dan 14 kabupaten dan kota tidak terdampak atau tak ada kasus baru.
Untuk Sulawesi Utara, peta risiko kembali berubah. Jika sebelumnya hanya ada tiga daerah zona merah, per 17 Januari 2021 ini bertambah empat daerah. Sehingga total ada tujuh kabupaten dan kota yang berstatus risiko tinggi atau zona merah.
Berikut daftar kabupaten dan kota di Sulut berdasarkan zonasi risiko Covid-19 per 17 Januari 2021:
Bolaang Mongondow tetap zona oranye
Minahasa dari zona oranye naik jadi zona merah
Kepulauan Sangihe tetap zona oranye
Kepulauan Talaud tetap zona oranye
Minahasa Selatan tetap zona merah
Minahasa Utara tetap zona merah
Minahasa Tenggara dari zona oranye naik jadi zona merah
Bolaang Mongondow Utara tetap zona oranye
Kepulauan Sitaro tetap pada zona oranye
Bolaang Mongondow Timur tetap zona oranye
Bolaang Mongondow Selatan tetap zona oranye
Manado tetap zona merah
Bitung tetap zona oranye
Tomohon dari zona oranye naik jadi zona merah
Kotamobagu dari zona oranye naik jadi zona merah
(***)
Headline
BMKG Jelaskan Penyebab Banjir di Pesisir Pantai Manado

KlikMANADO – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan penyebab banjir di wilayah pesisir Pantai Manado, yang terjadi pada Minggu (17/1/2021).
Menurut Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Eko Prasetyo, peristiwa tersebut merupakan salah satu kejadian cuaca ekstrem yang terjadi di wilayah Indonesia.
“Peristiwa naiknya air laut yang menyebabkan banjir terjadi di Pesisir Manado kemarin merupakan salah satu kejadian cuaca ekstrem yang terjadi di wilayah Indonesia. Jadi masyarakat tidak perlu panik dan tidak perlu mengungsi, tapi tetap waspada dan terus memantau serta memperhatikan update informasi cuaca terkini dari BMKG,” kata Eko, Senin (18/1/2021).
Eko menjelaskan, peristiwa tersebut dipengaruhi beberapa faktor. Antara lain angin kencang berkecepatan maksimum 25 Knot yang berdampak pada peningkatan tinggi gelombang di Laut Sulawesi, Perairan utara Sulawesi Utara, Perairan Kepulauan Sangihe-Kepulauan Talaud dan Laut Maluku bagian utara dengan ketinggian gelombang mencapai 2,5 – 4,0 meter.
“Bersamaan dengan itu juga adanya pengaruh kondisi pasang air laut maksimum di wilayah Manado yang menunjukkan peningkatan pasang maksimum harian setinggi 170-190 cm dari rata-rata tinggi muka air laut (Mean Sea Level/MSL) pada pukul 20.00-21.00 Wita,” ungkapnya.
Berdasarkan analisis gelombang diketahui, arah gelombang tegak lurus dengan garis pantai sehingga dapat memicu naiknya air ke wilayah pesisir.
“Akumulasi kondisi di atas yaitu gelombang tinggi, angin kencang di pesisir dan fase pasang air laut maksimum yang menyebabkan terjadi kenaikan air laut sehingga mengakibatkan banjir yang terjadi di Manado,” jelasnya.
Lanjut dia, beberapa hari terakhir wilayah Sulawesi Utara dilanda hujan lebat, angin kencang dan gelombang tinggi di beberapa wilayah perairan. “Fenomena cuaca tersebut sebenarnya merupakan fenomena cuaca alamiah yang biasa terjadi terutama pada saat puncak musim hujan seperti saat ini,” terangnya.
“Karena itu kami mengimbau masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir selalu mewaspadai ancaman bahaya pesisir ketika fase pasang air laut berbarengan dengan gelombang tinggi,” tambah Eko.
Masyarakat juga diharapkan mengambil langkah antispatif terhadap potensi masuknya air laut ke daratan pada saat fase pasang air laut yang bersamaan dengan gelombang tinggi dan angin kencang.
“Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk terus memperhatikan informasi cuaca terkini dari BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Bitung dan mengikuti arahan dari BNPB atau BPBD setempat,” pungkasnya.
(Sahril Kadir)
-
Headline3 years ago
Tujuh Warga Terduga ISIS dari Suriah Diamankan
-
Humaniora3 years ago
Mbah Mijan Harap Maskapai Tak Terbangkan Pesawat 586 pada 9 Desember Nanti
-
Humaniora3 years ago
Mbah Mijan Minta WNI Hati-hati pada 9 Desember Nanti
-
Headline3 years ago
Menengok Kembali Legenda Jin Kasuang
-
Headline3 years ago
Waspada, Difteri Mewabah di Indonesia
-
Humaniora3 years ago
Kisah Legenda Lumimuut, Manusia Kedua di Tanah Minahasa
-
Hukrim3 years ago
Mabuk, Tujuh ABG Diamankan Polres Tomohon
-
Humaniora3 years ago
Ini Alasan Burung Manguni Jadi Lambang Minahasa